Tampilkan postingan dengan label Belajar Pembelajaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Belajar Pembelajaran. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Juli 2014

Program Matrikulasi Kurikulum 2013 Tingkat SMA

Program Matrikulasi Kurikulum 2013 Tingkat SMA




Pada tahun pelajaran 2013/2014 belum seluruh SMA melaksanakan kurikulum 2013. Jumlah SMA di Indonesia sebanyak 12.637 dan yang melaksanakan Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2013/2014 baru 1.436 SMA terdiri dari 1.270 SMA sasaran dan 166 SMA melaksanakan secara mandiri. Dengan demikian jumlah yang baru melaksanakan Kurikulum 2013 sebanyak 11,36%.

Merujuk pada kebijakan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (SE Mendikbud) Nomor 156928/MPK.A/KR/2013 Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013, diamanatkan bahwa pada tahun pelajaran 2014/2015 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian Agama akan mengimplementasikan Kurikulum 2013 pada semua satuan pendidikan.

Termasuk Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 420/176/SJ – Nomor 0258/MPK.A/KR/2014 tentang Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota agar menyediakan anggaran untuk mendukung Implementasi Kurikulum 2013 pada Tahun Anggaran 2014. Selajutnya Pemerintah Provinsi bersama-sama Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pendampingan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013 di tingkat sekolah bersama dengan Unit Implementasi Kurikulum (UIK).

Struktur kurikulum yang termuat dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan yang termuat dalam Permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum memiliki perbedaaan dari sisi jumlah dan jenis mata pelajaran. Hal ini menjadi pemikiran satuan pendidikan, bagaimana melakukan penyesuaian mata pelajaran, bagaimana pemenuhan ketercapaian KD yang dituntutan Kurikulum 2013 namun KD tersebut tidak terdapat pada Kurikulum 2006 kelas X tahun pelajaran 2013/2014, dan penyesuainan Laporan Hasil Belajar (LHB) menjadi Laporan Capaian Kompetensi (LCK).

Konsekwensi dari ketentuan dan peraturan tersebut, setiap satuan pendidikan yang belum melaksanakan kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014 wajib melakukan Matrikulasi kepada siswa kelas XI untuk memenuhi kompetensi peserta didik sesuai dengan yang termuat dalam Permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum.

Adapun analisis perbandingan perbandingan KD pada mata pelajaran yang perlu dimatrikulasikan di tingkat SMA dapat anda download di link berikut ini:

  1. Analisis KD Pendidikan Agama
  2. Analisis KD PPKn
  3. Analisis KD Bahasa Indonesia
  4. Analisis KD Bahasa Inggris
  5. Analisis KD Matematika Wajib
  6. Analisis KD Matematika Peminatan
  7. Analisis KD Sejarah
  8. Analisis KD Seni Budaya
  9. Analisis KD Penjasorkes
  10. Analisis KD Fisika
  11. Analisis KD Kimia
  12. Analisis KD Biologi
  13. Analisis KD Geografi
  14. Analisis KD Sosiologi
  15. Analisis KD Ekonomi
  16. Format Laporan Capaian Kompetensi (LCK)



Demikian tentang analisis perbandingan KD antara Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum. Semoga bermanfaat…



Sumber: http://ibnufajar75.wordpress.com.

Rabu, 02 Juli 2014

Model Pembelajaran Saintifik 19 Mata Pelajaran di SMA/MA

Model Pembelajaran Saintifik 19 Mata Pelajaran di SMA/MA

Selasa, 01 Juli 2014

Model-model Pembelajaran Yang Sesuai Dengan Kurikulum 2013

Model-model Pembelajaran Yang Sesuai Dengan Kurikulum 2013



Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Bruce Joyce dan Marsha Weil (dalam Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery (Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning).

Untuk menentukan model pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
  • Kesesuaian model pembelajaran dengan kompetensi sikap pada KI-1 dan KI-2 serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan KD-3 dan/atau KD-4.
  • Kesesuaian model pembelajaran dengan karakteristik KD-1 (jika ada) dan KD-2 yang dapat mengembangkan kompetensi sikap, dan kesesuaian materi pembelajaran dengan tuntutan KD-3 dan KD-4 untuk memgembangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
  • Penggunaan pendekatan saintifik yang mengembangkan pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba/mengumpulkan informasi (experimenting/ collecting information), mengasosiasi/menalar (assosiating), dan mengomunikasikan (communicating).



Berikut adalah contoh kegiatan dalam model pembelajaran dikaitkan dengan pendekatan saintifik (5M).


Model Inquiry Learning

Model pembelajaran Inkuiri biasanya lebih cocok digunakan pada pembelajaran matematika, tetapi mata pelajaran lainpun dapat menggunakan model tersebut asal sesuai dengan karakteristik KD atau materi pembelajarannya. Langkah-langkah dalam model inkuiri terdiri atas:
  1. Observasi/Mengamati berbagi fenomena alam. Kegiatan ini memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik bagaimana mengamati berbagai fakta atau fenomena dalam mata pelajaran tertentu.
  2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomana yang dihadapi. Tahapan ini melatih peserta didik untuk mengeksplorasi fenomena melalui kegiatan menanya baik terhadap guru, teman, atau melalui sumber yang lain.
  3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban. Pada tahapan ini peserta didik dapat mengasosiasi atau melakukan penalaran terhadap kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
  4. Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan, sehingga pada kegiatan tersebut peserta didik dapat memprediksi dugaan atau yang paling tepat sebagai dasar untuk merumuskan suatu kesimpulan.
  5. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis, sehingga peserta didik dapat mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.




Model Discovery Learning

  1. Stimulation (memberi stimulus). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat berupa bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema yang akan dibahas, sehingga peserta didik mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau melihat gambar.
  2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah). Dari tahapan tersebut, peserta didik diharuskan menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan pengalaman untuk menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.
  3. Data Collecting (mengumpulkan data). Pada tahapan ini peserta didik diberikan pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif mengalami kegagalan.
  4. Data Processing (mengolah data). Kegiatan mengolah data akan melatih peserta didik untuk mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
  5. Verification (memferifikasi). Tahapan ini mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskkusi, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.
  6. Generalization (menyimpulkan). Pada kegiatan ini peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan hasil simpulannya pada suatu kejadian atau permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.




Problem Based Learning

Model pembelajaran ini bertujuan merangsang peserta didik untuk belajar melalui berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya melalui langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
  1. Mengorientasi peserta didik pada masalah. Tahap ini untuk memfokuskan peserta didik mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran.
  2. Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran. Pengorganisasian pembelajaran salah satu kegiatan agar peserta didik menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap malasalah kajian.
  3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada tahap ini peserta didik melakukan percobaan (mencoba) untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah yang dikaji.
  4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari percobaan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.
  5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Setelah peserta didik mendapat jawaban terhadap masalah yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.





Project Based Learning

Model pembelajaran ini bertujuan untuk pembelajaran yang memfokuskan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahami pembelajaran melalui investigasi, membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum, memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

Langkah pembelajaran dalam project based learning adalah sebagai berikut:

  1. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal agar peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
  2. Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
  3. Menyusun jadwal sebgai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.
  4. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Peserta didik mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
  5. Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.
  6. Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.



Sebelumnya terima kasih saya ucapkan kepada Ibnu Fajar, dari blog terkenal beliau saya dapatkan artikel ini, anda bisa juga kunjungi: http://ibnufajar75.wordpress.com.


Sumber : Paduan Pengembangan RPP-Direktorat Pembinaan SMA

Rabu, 29 Januari 2014

Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi dalam Pembelajaran

Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi dalam Pembelajaran


Esensi kurikulum 2013 pada dasarnya pada SKL nya. Jika pada kurikulum sebelumnya selalu menekankan materi atau aspek pengetahuan atau kognitif, SKL pada kurikulum 2013 SKL nya terdiri dari 3 hal, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sehingga istilah-istilah yang sering digunakan pada kurikulum sebelumnya, sesungguhnya tidak jauh berbeda. Salah satunya pengertian Eksplorasi, Elaborasi dan Konfemasi dalam proses belajar dan mengajar. Karenanya, ada baiknya mengingat kembali istilah-istilah tersebut.


Pengertian Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi Dalam Pembelajaran
Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi merupakan 3 istilah yang saat ini pernah “ngetrend” di kalangan para guru. Kala dihadapkan pada pertanyaan; “Apa sih pengertian dari ketiga istilah tersebut dan bagaimana penerapannya dalam kegiatan pembelajaran ?”, ternyata banyak para guru yang belum memahaminya. Hal ini disebabkan karena banyak para guru yang sama sekali belum menerima sosialisasinya. Sementara banyak guru yang sudah mendapat pelatihan namun tidak ada pelaksanaan pengimbasan kepada rekan-rekan guru di daerahnya masing-masing. Sehingga sampai kurikulum pun sebentar lagi akan berganti dengan kurikulum 2013, banyak para belum memahaminya.






Lalu bagaimana dengan pelaksanaan ketiga istilah tersebut di dalam kurikulum 2013? Masih adakah? Secara tersurat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, entahlah ! Tapi yang jelas implementasi dari ketiga istilah itu sebenarnya bukan hal baru. Bukankah setiap mengajar guru melaksanakan langkah-langkah pembelajarannya selalu tidak lepas dari yang namanya mengeksplorasi, mengelaborasi dan mengkonfirmasi? Oleh karena itu, apa pun namanya itu kurikulum, tetap secara sadar atau tidak, guru mestinya melakukannya. Namun tentu saja guru tidak akan dapat melaksanakannya dengan baik manakala belum paham apa itu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Berikut ini pengertian dan contoh-contoh secara normatifnya.

A. Definisi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketiga istilah tersebut bermakna sebagai  berikut:

  1. Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. 
  2. Elaborasi adalah penggarapan secara tekun dan cermat. 
  3. Konfrimasi adalah pembenaran, penegasan, dan pengesahan

B.  Aplikasi ketiga istilah tersebut dalam rancangan dan proses pembelajaran. Pengaplikasian ketiga istilah tersebut dalam rancangan dan proses pembelajaran adalah sebagai berikut :

Eksplorasi :

Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta didik dalam mencari dan menghimpun informasi, menggunakan media untuk memperkaya pengalaman mengelola informasi, memfasilitasi peserta didik berinteraksi sehingga peserta didik aktif, mendorong peserta didik mengamati berbagai gejala, menangkap tanda-tanda yang membedakan dengan gejala pada peristiwa lain, mengamati objek di lapangan dan labolatorium.

Kegiatan guru dan peserta didik dalam siklus ekplorasi adalah

Peserta didik :

  • menggali informasi dengan membaca, berdikusi, atau percobaan
  • mengumpulkan dan mengolah data



Guru :

  • menggunakan berbagai pendekatan dan media
  • memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, dan peserta didik dengan sumber belajar
  • melibatkan peserta didik secara aktif



Elaborasi

Dalarn kegiatan elaborasi, guru mendorong peserta didik membaca dan menuliskan hasil eksplorasi, mendiskusikan, mendengar pendapat, untuk lebih mendalami sesuatu, menganalisis kekuatan atau kelemahan argumen, mendalami pengetahuan tentang sesuatu, membangun kesepakatan melalui kegiatan kooperatif dan kolaborasi, membiasakan peserta didik membaca dan menulis, menguji prediksi atau hipotesis, menyimpulkan bersama, dan menyusun laporan atau tulisan, menyajikan hasil belajar.

Kegiatan guru dan peserta didik dalam siklus elaborasi adalah

Peserta didik :

  • melaporkan hasil eksplorasi secara lisan atau tertulis, baik secara individu maupun kelompok
  • menanggapi laporan atau pendapat teman
  • mengajukan argumentasi dengan santun



Guru :

  • memfasilitasi peserta didik untuk berpikir kritis, menganalisis, meemcahkan masalah,
  • bertindak tanpa rasa takut
  • memfasilitasi peserta didik untuk berkompetisi

Konfirmasi :

Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik terhadap apa yang dihasilkan peserta didik melalui pengalaman belajar, memberikan apresiasi terhadap kekuatan dan kelemahan hasil belajar dengan menggunakan teori yang dikuasai guru, menambah informasi yang seharusnya dikuasai peserta didik, mendorong peserta didik untuk menggunakan pengetahuan lebih lanjut dari sumber yang terpercaya untuk lebih menguatkan penguasaan kompetensi belajar agar lebih bermakna. Setelah memeperoleh keyakinan, maka peserta didik mengerjakan tugas-tugas untuk mengasilkan produk belajar yang kongkrit dan kontekstual. Guru membantu peserta didik menyelesaikan masalah dan menerapkan ilmu dalam aktivitas yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan guru dan peserta didik dalam siklus konfirmasi

Peserta didik :

  • melakukan refleksi terhadap pengalaman belajarnya


Guru :

  • memberi umpan balik positif kepada peserta didik
  • memberi konfirmasi melalui berbagai sumber terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi
  • berperan sebagai narasumber dan fasilitator
  • memberi acuan agar peserta didik melakukan pengecekan hasil ekplorasi
  • memberi motivasi kepada peserta didik
Demikian, gunakan inspirasi Anda untuk menginspirasi siswa, itu yang terpenting !



Sumber: http://baktimu.blogspot.com


Senin, 27 Januari 2014

Metode Inkuiri dalam Pembelajaran

Metode Inkuiri dalam Pembelajaran


Penerapan kurikulum 2013 mengharuskan seorang guru mengeksplor kembali apa yang dimilikiya. Berbagai metode dan model dalam pembelajaran dituntut untuk dikuasai sehingga dengan proses pembelajaran yang variatif diharapkan situasi belajar menjadi lebih  menyenangkan.
Salah satu metode yang dianjurkan untuk digunakan dalam pembelajaran adalah metode Inkuiri. Metode inkuiri atau discovery learning adalah teori belajar yang tidak menyajikan pelajaran dalam bentuk final sehingga siswa menggorganisasikan proses belajarnya sendiri. Siswa mencari tahu sendiri.  Dalam proses belajar siswa mencari tahu tentang konsep atau prinsip yang tidak diketahui sebelumnya. Masalah dalam discovery  dapat direkayasa oleh guru.
Dalam pelaksanaan pembelajaran  guru membimbing siswa agar aktif mengembangkan kegiatan belajar yang mengarah pada pencapain tujuan. Yang perlu diperhatikan di sini adalah siswa harus aktif mengembangkan kemampuannya untuk memecahkan malalah. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pula agar materi pelajaran tidak disajikan dalam bentuk yang tinggal siswa serap. Aktivitas yang dapat siswa lakukan dala proses belajar adalah menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan, dan menyimpulkan.
Manfaat penerapan metode inkuiri:
  • Membantu siswa mengembangkan kemterampilan kognitif secara mandiri.
  • Menguatkan  pemahaman tentang pengertian dan daya ingat.
  • Membangkitkan rasa senang menyelidiki.
  • Memperoleh pengalaman bagaimana caranya belajar.
  • Menguatkan konsep diri dengan mengembangkan rasa percaya diri.
  • Mendorong pertumbuhan keterampilan berpikir kritis.
  • Meningkatkan kemampuan berpikir intuitif.
  • Meningkatkan rasa ingin tahu.
  • Meningkatkan penghargaan kepada siswa untuk lebih mandiri.
  • Mengembangkan potensi diri secara optimal.
Kelemahan penerapan metode inkuiri:
  • Siswa yang memiliki potensi diri yang rendah akan menghadapi masalah dalam proses belajar.
  • Mendapat tantangan untuk berpikir abstrak, menghubungkan antar konsep, bernalar dapt berubah menjadi faktor penghambat berkembangnya rasa ingin tahu.
  • Memfasilitasi siswa menemukan teori, prinsip-prinsip, atau memecahkan masalah memerlukan banyak waktu.
  • Mendapat hambatan karena guru selalu terdorong untuk memberi tahu bukan siswa mencari tahu.
  • Siswa memiliki  peluang besar dalam mengembangkan kompetensi kognitif, namun guru dapat terlena sehingga mengabaikan pengembang sikap dan keterampilan.
  • Guru sering kurang sabar saat siswa memerlukan waktu banyak untuk menyusun pikiran sehingga guru terdorong membantu siswa untuk menemukan hal baru.
Langkah pelaksanaan pembelajaran:
A.   Persiapan
  1. Menentukan tujuan pembelajaran
  2. Mengidentifikasi bekal awal, minat, bakat siswa.
  3. Menentukan materi pelajaran
  4. Mengembangkan materi  berupa bahan yang akan diobservasi atau sumber belajar pendukung
  5. Merumuskan rancangan penilaian proses dan hasil
B.   Pelaksanaan
  1. Pemberian rangsangan, siswa mengembangkan kesadaran tentang ketidakhuan tentang sesuatu setelah mengamati, membaca, atau mencoba sesuatu.
  2. Identifikasi masalah; siswa menyatakan atau merumukan masalah dari ketidaktahuan siswa untuk menggali hal  yang ingin siswa ketahui.
  3. Pengumpulan Data; siswa mengeksplorasi dan mengelaborasi informasi, menghimpun data untuk memecahkan masalah.
  4. Pengolahan data;  siswa mengolah informasi yang telah dihimpunnya melalui kegiatan wawancaran,  observasi, membaca, dan selanjutnya dianalisis,  diklasifikasi, ditabulasi untuk ditafsirkan.
  5. Verifikasi (Pembuktian);  siswa mengkonfirmasi atau memeriksa ulang  kebenaran informasi atau data yang diolahnya untuk membuktikan kebenaran hipotensis . Siswa mendapat peluang untuk menemukan konsep, teori, aturan, dan contoh-contoh.
  6. Generalisisi (menarik Kesimpulan); siswa menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prisip umum
C.  Penilaian
Penilaian  dapat dilakukan dalam bentuk tes dan nontes..




Sumber: http://baktimu.blogspot.com


Sabtu, 25 Januari 2014

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Devision)

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Devision)



Pembelajaranmerupakan suatu proses yang sistematis yang mengisyaratkan adanya orang yang mengajar dan belajar dengan didukung oleh komponen lainnya, seperti kurikulum, dan fasilitas belajar mengajar. Dalam proses tersebut, terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau pendekatan untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.



Hamalik (2003: 57) mengemukakan: 
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material meliputi: buku-buku, papan tulis, kapur, audio. Fasilitas dan perlengkapan berupa: ruangan kelas, perlengkapan, dan prosedur meliputi: jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.

Rohani dan Ahmadi (1995: 64) menyatakan bahwa: 
Pembelajaran adalah totalitas aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan diakhiri dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pembelajaran sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat sebelumnya, maka pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis yang diawali dengan persiapan mengajar (prainstruksional), proses pembelajaran (instruksional) dan diakhiri penilaian atau evaluasi. Kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi bukan berarti hanya guru yang aktif sedang murid pasif. Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran agar proses pembelajaan dapat berlangsung optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Salah satu pendekatan pembelajaran di sekolah adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berorientasi pada kegiatan kerjasama antara siswa dalam bentuk kelompok sehingga siswa dapat belajar bersama dalam suasana kelompok.

Lie (1999: 28) mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif atau gotong royong adalah kegiatan pembelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa di kelas”. Nasution (2004: 146) mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong atau kerjasama dalam kelas”. Sementara Sanjaya (2006: 239) mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan guru di sekolah sesuai dengan tuntutan materi pelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa dalam kelas dalam melakukan kerja kelompok. Penekanan pendekatan ini adalah mengaktifkan siswa dalam pembelajaran melalui kerjasama antar siswa dalam suasana belajar berkelompok.

Roestiyah (1998: 15) mengemukakan “kerja kelompok adalah kelompok siswa yang terdiri atas 5 atau 7 siswa, bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pembelajaran”. Thabrany (1993: 96) mengemukakan kerja kelompok sebagai “kerja berkelompok yang anggotanya antara 3, 5, atau 7 orang”.

Lie (1999: 30) mengemukakan unsur-unsur pembelajaran kooperatif, yaitu: “1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka,    4) komunikasi antar anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok”. Kelima unsur model pembelajaran kooperatif tersebut diuraikan sebagai berikut:

1)  Saling tergantungan positif
Keberhasilan kelompok dalam belajar sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya dalam melakukan kerjasama dalam kelompok belajar. Kelompok belajar atau kelompok kerja harus kompak dalam belajar dan tidak ada anggota kelompok yang memandang dirinya lebih pintar dari anggota kelompoknya dan menanggap bahwa anggota kelompoknya bodoh dan tidak bisa diajak untuk berdiskusi atau belajar bersama.

2)  Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Oleh karena itu, guru harus memiliki kesiapan dalam menyusun tugas belajar dan memberikannya kepada siswa sehingga setiap siswa  memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi secara aktif dalam kelompoknya masing-masing.

3)  Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan kesempatan kepada siswa sebagai anggota kelompok untuk bekerjasama. Hasil pemikiran dari satu orang akan dapat menjadi milik bersama dalam kelompok yang memungkinkan setiap anggota kelompok memiliki kemampuan sama dalam penguasaan suatu materi pelajaran.

4)  Komunikasi antar anggota
siswa dalam suatu kelompok tidak selalu memiliki keahlian atau kemampuan dalam berkomunikasi. Keberhasilan kelompok bergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka, sehingga keterampilan berkomunikasi sangat perlu diperhatikan setiap anggota kelompok.

5)  Evaluasi proses kelompok
Guru harus menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar dapat menilai kualitas kerjasama dan hasil kerja kelompok sekaligus dapat menjadi masukan dalam kegiatan pembelajaran berikutnya.

Salah satu tipe pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD. STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi yaitu jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 3-6 orang, dan setiap kelompok harus heterogen. Guru menyajikan pelajaran dan siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan seluruh  anggota  tim  telah  menguasai pelajaran. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dan mereka tidak boleh saling membantu mengerjakan kuis.

Skor siswa dibandingkan dengan rata-rata skor mereka yang lalu, dan skor diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasinya yang lalu. Skor tiap anggota dijumlah untuk mendapatkan skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu  diberi sertifikat atau penghargaan sebagai suatu bentuk penguatan.
Menurut Ibrahim (2000: 57) bahwa prosedur penyekoran untuk STAD yaitu: 
Langkah 1 (menetapkan skor dasar), setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor-skor kuis yang lalu.
Langkah 2 (menghitung skor kuis terkini), siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan denga pelajaran terkini.
Langkah 3 (menghitung skor perkembangan), siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka dengan menggunakan skala yang diberikan di bawah ini.
Lebih dari 100 poin di bawah skor dasar …………………………….. 0 poin
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar ………. 10 poin
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar …………………….. 20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar ………………………………..… 30 poin
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) ….. 30 poin

Besar poin yang disumbangkan setiap siswa pada timnya ditentukan oleh berapa skor siswa melampaui rata-rta skor kuis siswa itu sendiri di waktu lampau. siswa dengan pekerjaan sempurna mendapatkan poin perkembangan maksimum, tanpa memperhatikan poin dasar mereka. Sistem perkembangan individual ini memberikan setiap siswa suatu kesempatan baik untuk menyumbang poin maksimum kepada tim jika (dan hanya jika) siswa itu melakukan yang terbaik, sehingga menunjukkan peningkatan perkembangan subtansial atau mencapai pekerjaan sempurna. Dalam penilaian, tidak ada sistem penskoran khusus untuk pendekatan investigasi kelompok. Laporan atau presentasi kelompok digunakan sebagai salah satu dasar untuk evaluasi dan siswa hendaknya diberikan penghargaan untuk dua-duanya yaitu sumbangan individual dan hasil kolektif dalam suatu kelompok siswa.

Dalam tahap awal pembelajaran, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, dan setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 orang dengan kelompok yang bersifat heterogen (baik jenis kelamin maupun kemampuan akademik). Setiap  anggota kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antara sesama anggota kelompok. Secara priodik dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui tingkat penguasaan mereka terhadap bahan pelajaran.

Kata Kunci :

pembelajaran kooperatif tipe STAD,model pembelajaran kooperatif tipe stad,model pembelajaran stad,pengertian stad,model pembelajaran tipe stad,kooperatif stad,pembelajaran model stad,pengertian metode stad,pengertian model pembelajaran kooperatif tipe stad,pengertian model STAD.






Rabu, 22 Januari 2014

Komunikasi dalam Pembelajaran

Komunikasi dalam Pembelajaran



Sebagai seorang guru komunikasi menjadi hal yang tidak bisa dielakkan. Baik komunikasi dengan sesama guru maupun komunikasi dengan siswa. Keberhasilam dalam berkomunikasi ini akan membawa keberhasilan dalam pembelajaran. Beberapa jenis komunikasi ini perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. 

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan umpan balik yang sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan tidak selalu berupa persetujuan. Komunikan dapat saja memberikan umpan balik berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, yang terpenting adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator memeroleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya telah dimengerti oleh komunikan. Sebagai contoh, auditor meminta data anggaran kepada auditan. Auditan mengerti permintaan auditor, tetapi menolak memberikan data tersebut, maka komunikasi yang terjadi telah efektif. Komunikasi tersebut efektif, meskipun umpan balik tidak sesuai keinginan auditor, karena pesan telah dimengerti dengan benar dan diberikan umpan balik. 
Agar komunikasi efektif terjadi terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a.    Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan. Elemen-elemen komunikasi harus mendukung isi pesan.Elemen-elemen komunikasi tersebut adalah komunikator,  encoding, saluran,  decoding, dan komunikannya. Komunikasi akan efektif jika terdapat keselarasan isi pesan dengan elemen-elemen lain dari proses komunikasi.

b.    Minimalisasi hambatan komunikasi. Komunikasi akan efektif jika hambatan berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat terjadi pada tiap elemen komunikasi termasuk pada situasi komunikasi

Berikut ini ilustrasi ketika keselarasan elemen-elemen komunikasi tidak diperhatikan yang mendorong komunikasi menjadi tidak efektif.

Seorang auditor memerlukan data anggaran belanja suatu kantor. Untuk itu, dia meminta seorang petugas kebersihan kantor tersebut untuk meminta data anggaran belanja ke bagian keuangan. Maka, petugas kebersihan tersebut mendatangi salah seorang staf keuangan, dan meminta anggaran belanja. Kemudian, petugas kebersihan kembali ke tempat auditor dan menyerahkan anggaran belanja kepada si auditor. Ketika anggaran tersebut dibaca oleh auditor, maka yang terbaca oleh auditor adalah daftar rencana belanja alat-alat dan bahan-bahan kebersihan satu tahun mendatang. Komunikasi ini tidak efektif karena staf keuangan sebagai komunikan tidak memahami pesan dengan benar. Hal ini disebabkan ketidakselarasan elemen komunikator, yaitu petugas kebersihan, dengan isi pesan.

2.    Komunikasi Empatik 

Komunikasi empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling pengertian antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan interaksi yang membuat satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya. Sebagai contoh, auditor meminta kerjasama dari auditan berupa penyediaan data secara lengkap. Setelah berkomunikasi, akhirnya auditan memahami kebutuhan auditor dan mengerti bahwa tanpa bantuannya, maka auditor akan mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas. Dalam kondisi ini, auditan telah berempati terhadap kebutuhan auditor. 
Komunikasi empatik bisa dipahami dari kata empati. Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada saat tertentu, dari sudut pandang dan perspektif orang lain tersebut. Jadi komunikasi empatik dapat menjadi sarana untuk menjalin saling pengertian antara dua pihak. Berkaitan dengan audit, komunikasi empatik dapat dijadikan sarana untuk menghapus salah persepsi auditan atas tujuan audit. Auditan sering mempersepsikan pekerjaan audit sebagai pekerjaan cari-cari kesalahan. Jika auditor berhasil mengembangkan komunikasi empatik, maka diharapkan auditan dapat memahami bahwa tujuan utama dari audit adalah agar auditan dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara lebih efektif. 

Agar komunikasi empatik tercipta, maka komunikator harus memperlihatkan:

a.  Ketertarikan terhadap sudut pandang komunikan. Sikap ini akan mendorong komunikan untuk lebih terbuka.

b.    Sikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan. Banyak informasi yang didapat jika komunikator bersabar untuk memeroleh penjelasan detail dari sudut pandang komunikan. Jika informasi yang diperoleh telah cukup dan komunikan hanya berputar-putar menjelaskan hal yang sama, maka komunikator perlu menyampaikan kembali pengertian yang telah didapatnya dan menarik perhatian komunikan pada masalah berikutnya.

c.  Sikap tenang, meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat. Beberapa sudut pandang bersifat sangat pribadi, sehingga saat mengungkapkannya keterlibatan emosi tidak dapat dihindari. Sebagai contoh, komunikan mengungkapkan kemarahannya saat menceritakan ketidaksetujuannya terhadap suatu keputusan rapat.

d.    Bersikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan. Untuk dapat memahami sudut pandang orang lain, kita hindari sikap evaluatif. Sikap evaluatif dapat membuat komunikan menyeleksi hal-hal yang perlu disampaikan dan tidak, dengan pertimbangan apakah sudut pandangnya akan diterima atau tidak, disetujui atau tidak, oleh komunikator.

Jika ini terjadi, maka kita tidak dapat mengerti sudut pandang komunikan dengan benar. Sikap evaluatif diperlukan ketika komunikan mendesak komunikator untuk menilai pandangan komunikan.

e.   Sikap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran. Sikap ini memperlihatkan adanya dukungan atau bantuan yang bisa diharapkan komunikan dari komunikator. Pemberian dukungan dan bantuan akan mengembangkan empati pada diri auditan, kesiapan untuk membalas dukungan dan bantuan yang diterimanya.

f.     Sikap penuh pengertian. Sebagai contoh, komunikan mendesak untuk memperoleh persetujuan dari komunikator atas sudut pandangnya. Komunikator tidak setuju. Komunikator cukup menyatakan bahwa dia dapat mengerti sudut pandang tersebut, tidak perlu menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya. 

3.    Komunikasi Persuasif.


Komunikasi persuasif dapat dilihat sebagai derajat interaksi yang lebih tinggi dibanding komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif bertujuan untuk membuat komunikan memberikan umpan balik sesuai keinginan komunikator. Pengertian persuasif sendiri adalah perubahan sikap akibat paparan informasi dari pihak lain. Dalam audit, komunikasi persuasif banyak digunakan, mulai dari permintaan kesediaan auditan untuk membantu kelancaran audit, hingga mendorong auditan untuk melaksanakan rekomendasi audit.

Agar komunikasi persuasif terjadi, maka komunikator perlu mengembangkan komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif dapat dikembangkan melalui:

a.    Kejelasan penyampaian pesan. Agar pesan dapat tersampaikan dengan jelas, maka perlu memerhatikan keselarasan elemen-elemen komunikasi dan meminimalkan hambatan komunikasi.

b.    Pemahaman sudut pandang dan keinginan komunikan. Komunikator dapat meminta komunikan melakukan sesuatu sesuai keinginan komunikator, hanya jika, komunikan melihat bahwa tindakan tersebut sesuai dengan keinginan si komunikan sendiri. Untuk mengetahui sudut pandang komunikan dan keinginan auditan, komunikasi empatik dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sebelum meningkatkannya menjadi komunikasi persuasif.

Dari uraian tentang komunikasi persuasif, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa syarat komunikasi persuasif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan empatik. Komunikasi-komunikasi ini dapat dikembangkan jika auditor memiliki keterampilan untuk menyusun dan menyampaikan pesan dalam kode verbal dan nonverbal, serta keterampilan mendengarkan.



Sumber: http://baktimu.blogspot.com




Rabu, 25 Desember 2013

Cara Sukses Belajar Matematika di Rumah

Cara Sukses Belajar Matematika di Rumah


Cara sukses Belajar Matematika - Semua ingin sukses dalam belajar agar menjadi pemenang dalam kancah kehidupan. Pada artikel sebelumnya kita telah belajar dan mengetahui cara sukses dalam belajar, belajar apa saja pelajaran baik itu IPS, Biologi, Matematika dan lain-lain.


Namun, untuk belajar matematika disamping tips dan carak sukses belajar itu, kita juga perlu mengetahui tips dan kiat lainnya. Maka hadirlah postingan terbaru ini untuk membahas Cara Sukses Belajar Matematika dirumah. Matematika memang terkenal pelajaran yang melelahkan dan sulit dipahami. Walaupun demikian anda tetap bisa memahami pelajaran sesulit apapun ia, bukankah yang sesulit apapun pelajar itu ada gurunya, artinya sesulit apapun pelajaran ada orang yang bisa mengerti, dan salah satunya adalah anda. Maka tidak perlu berputus asa, yang penting usaha, Allah akan membukakan hati dan pemahaman kepada siapa yang bersungguh-singguh.

Langsung saja, mari kita lihat cara sukses belajar matematika ini, agar kita cepat mengerti. Kalau anda pahami cara belajar insya Allah akan berhasil sampai ke tujuan, sama juga seperti orang yang ingin keluar rumah, yang harus dilakukan adalah membuka pintu rumah bukan membuka pintu lemari, "karena anda tidak akan bisa keluar rumah dengan membuka pintu lemari". Cek caranya, termasuk juga cek cara belajar, jangan salah cara, biar cepat sampai maksud.

Cara Sukses Belajar Matematika di Rumah

  • Review Kembali Pelajaran. Setelah sampai dirumah anda diharuskan untuk meriview kembali pejaran yang sudah anda pelajari, catat setiap pelajaran yang membingungkan, terutama tentang rumus-rumus, ini memudahkan anda untuk menanyakannya pada guru. Sebelum bertanya usahakan untuk mengingat-ingat penjelasan yang telah diajarkan guru disekolah.
  • Membuat kumpulan rumus dan konsep penting. Sebagai pelajar yang ingin sukses anda diharuskan untuk mencatat setiap rumus penting kedalam buku saku yang memungkinkan anda untuk membawanya kemana-mana. Ini akan membantu anda dalam mengingat rumus-rumus matematka.
  • Mengerjakan PR. Setiap Pr yang diberikan guru sempatkan waktu untuk mempelajrinya. Kita biasanya mengerjakan Pr matematika dengan melihat contah atau persamaan yang ada dalam buku catatan atau buku bacaan matematika, sekarang coba anda kerjakan soal tanpa melihat contoh yang ada pada catatan. Ini melatih anda untuk bisa mandiri dalam mmengerjakan soal-soal matematika, bukankah ketika ujian kita mengerjakan matekatikan tanpa melihat contoh.
  • Banyak melatih soal-soal. Jangan hanya mengerjakan Pr saja, tetapi kerjakan soal matematka sebanyak mungkin. Makin banyak anda mengerjakan soal akan semakin lincah anda dalam menyelesaikan jawaban. Belajar matematika akan sangat efektif dengan latihan dan latihan dan latihan :)
  • Belajar Kelompok. Manfaatkan waktu untuk belajar kelompok, bertukar pikiran sangat penting dalam menyelesaikan soal matematika, karena kita seringkali melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, sehingga akan memudahkan kita untuk mengetahui setiap jalan keluar dari setiap soal matematika.
Itulah beberapa Tips Sukses Belajar Matematika dirumah. Teruskan belajar dengan giat, buka terus kesempatan meraih masa depan yang gemilang. Ingat cerdas dan jenius adalah bisa diciptakan, bukan hanya dibawa dari lahir. Belajarlah karena dengan belajar anda sedang mengembangkan kecerdasan, dan kejeniusan anda.


Sumber: http://icaraku.blogspot.com

Kamis, 14 November 2013

25 Contoh Model Pembelajaran Kooperatif untuk Guru

25 Contoh Model Pembelajaran Kooperatif untuk Guru



Dalam kegiatan belajar mengajar guru dapat menerapkan beberapa model pembelajaran sesuai dengan kondisi kelas dan materi yang diajarkan. Model Pembelajaran yang efektif untuk diterapkan di kelas adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam satu kelompok kecil, saling membantu dalam belajar. Dalam Pembelajaran kooperatif siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda satu sama lain.




Dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).

Berikut ini contoh model pembelajaran kooperatif dengan beberapa tipe yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran di kelas

1. STAD (Student Teams Achievement Division)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa. 


2. Round Table atau Rally Table

Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa, misalnya kata-kata yang dimulai dengan huruf “a”. Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran.


3. TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran.


4. Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.


5. Tim Jigsaw

Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa saja misalnya PKn, atau seperempat bagian dari sebuah topik yang harus mereka pelajari atau ingat. Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan/menjelaskan tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki.


6. Jigsaw II

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi dari tipe Jigsaw. Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal mempelajari satu topik yang sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami bagian-bagian tertentu dari topik itu. Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain secara bergantian.


7. Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)

Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas.


8. NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama

Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.


9. TGT (Team Game Tournament)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.


10. Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).


11. Three-Minute Review (Reviu Tiga Langka
h)

Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.


12. GI (Group Investigation)

Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Langkah-langkah pembelajaran pada model pemelajaran GI sebagai  berikut : 1) Guru  membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen, 2) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan, 3) Guru  memanggil ketua-ketuaa kelompok untuk memanggil  materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya, 4) Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara  kooperatif dalam kelompoknya, 5) Setelah selesai, masing-masing  kelompok yang diwakili ketua kelompok  atau salah  satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya, 6) Kelompok lain  dapat memberikan tanggapan  terhadap hasil pembahasannya, 7) Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila  terjadi kesalahan  konsep dan memberikan kesimpulan, 8)Evaluasi.


13. Marry Go Round 

Model pembelajaran Kooperatif Tipe Keliling Kelompok (Go Around) ini memberikan kesempatan lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain dalam pemecahan suatu permasalahan. Pembelajaran kooperatif tipe keliling kelompok merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskusi di dalam kelas yang akan mengaktifkan setiap anggota kelompok. Dimana penerapannya dimulai dari pertama sekali siswa membentuk kelompoknya masing-masing, kemudian masing-masing kelompok diberi waktu 15 menit untuk mempelajari materi yang akan dibahas. Sebelumnya guru telah mempersiapkan pertanyaan yang sesuai dengan indikator (satu buah karton dibuat satu pertanyaan) ditempel di dinding kelas (depan, samping, belakang) dengan jarak tertentu. Setiap kelompok berdiri di depan kertas kartonnya masing-masing, Guru menentukan waktu untuk memulai menulis, Siswa cukup mengisi satu jawaban dengan waktu yang ditentukan guru, Seterusnya tiap kelompok bergilir mengisi jawaban menurut arah jarum jam, dan begitu seterusnya. akhir semua kegiatan diadakan diskusi kelas dan tanya jawab.


14. Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)

Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik).


15. CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)

Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.


16. The Williams

Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.


17. TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.


18. TPC (Think Pairs Check)

Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.


19. TPW (Think Pairs Write)

Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.


20. Tea Party (Pesta Minum Teh)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula  siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.


21. Write Around (Menulis Berputar)

Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.


22. Round Robin Brainstorming atau Rally Robin

Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama provinsi di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut.


23. LT (Learning Together)

Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.


24. Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)

Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.


25. Two Stay Two Stray

Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.

Demikianlah 25 contoh model pembelajaran kooperatif untuk guru, semoga bermanfaat, dan salam Blog Ilmu Matematika.