Selasa, 30 Juli 2013

Kecerdasan Sosial pada Era Global

Kecerdasan Sosial pada Era Global



Yogyakarta (Suara Merdeka) - PADA era global ini, sering kita mendengar tindakan kurang dewasa dari remaja Indonesia. Sebut saja tawuran antarpelajar, pertengkaran antarkelompok remaja, merebaknya tindak kriminal hanya karena alasan sepele.



Hal tersebut memperlihatkan, pada era global banyak terjadi kemerosotan kecerdasan emosional pada remaja. Perilaku mereka cenderung reaktif, mengambil keputusan secara tergesa-gesa dan emosional. Mereka sepertinya belum bisa menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Hal itulah yang menyebabkan mereka cenderung menyalahgunakan kemajuan teknologi dan kemampuan finansial untuk melakukan tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab dan cenderung bertujuan untuk mendominasi di dalam sebuah lingkungan.

Sonny Keraf dan Michael Dua berpendapat, teknologi hanya memperbesar kontrol manusia atas alam, atas masyarakat, dan atas diri sendiri. Dengan demikian, ada bahaya bahwa teknologi justru melayani nafsu akan kekuasaan atau keinginan irasional untuk mendominasi.

Bagi remaja di era global ini, keteladanan lebih dibutuhkan dibandingkan sekadar teori. Banyak penelitian para psikolog yang menemukan bahwa remaja saat ini cenderung bersikap kritis dan menuntut contoh konkret jika orang lain menginginkan mereka melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan mereka.

Sementara itu, kondisi sebagian besar keluarga saat ini kurang memadai dalam pemberian teladan sikap dan perilaku dari orang tua kepada anaknya. Penyebab umum yang santer terdengar, karena orang tua sibuk kerja sehingga hubungannya dengan anak pun kurang hangat. Komunikasi keduanya juga kurang intens dan berkualitas.

Pengawasan Menurun
Semua itu menyebabkan pengawasan orang tua terhadap anak kian menurun. Hal itulah yang cenderung menyebabkan seorang anak melakukan hal-hal yang tidak terkontrol saat berada di luar rumah.
Apabila remaja yang mengalami kondisi demikian tidak berusaha menerima diri sendiri dengan menghargai keturunan biologis, latar belakang pendidikan, dan apa yang terjadi di sekitarnya maka bisa membahayakan bila yang bersangkutan tak mampu membuat pilihan bijaksana terkait dengan hal itu. Namun yang cenderung terjadi, para remaja salah mengambil keputusan dalam mengatasi situasi yang terjadi. Akibatnya, banyak remaja yang terjerat pergaulan kurang baik dan berdampak buruk bagi pola perilaku ataupun kebiasaan bahkan penampilan mereka.

Hal itu diperparah dengan kurangnya motivasi dari diri sendiri untuk mencapai sebuah tujuan atau visi hidupnya yang dijadikan prioritas. Selain penerimaan diri dan pentingnya motivasi, diperlukan juga empati. Hal ini akan membawa remaja untuk memahami orang lain terlebih dahulu sebelum berusaha menuntut untuk dipahami oleh orang lain.

Kemampuan remaja untuk berempati dalam kehidupan sosialnya berdampak besar pada pola hidup dan juga keputusan yang diambil. Sikap empati menjadi penting bila terkait dengan hubungan antarindividu.
Jika semua itu terkendali dan tertata secara baik, akan tercipta suatu sinergi. Melalui sinergi itu akan muncul ide-ide kreatif bersama orang lain.
  • Margareta Jeanne R, Mahasiswa Prodi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Penerima Beasiswa Unggulan Ditjen Dikti.


0 komentar:

Posting Komentar